Powered By Blogger

Jumat, 27 Agustus 2010

Filosofi Jembatan Semanggi


Proses pembangunan Jembatan Semanggi tidaklah mudah. Presiden Soekarno banyak diprotes.
Jembatan Semanggi. Bangunan fisiknya berupa jalan layang yang melingkar-lingkar. Karena bentuknya mirip struktur daun lalapan, semanggi, maka kemudian meresap dan menjadi nama jembatan itu sendiri.

Pada perkembangannya, kawasan Jembatan Semanggi menjadi ciri khas Ibukota Jakarta. Jembatan ini menjadi semacam poros lalu lintas Ibukota Jakarta sekaligus sebagai simbol kemakmuran perekonomian.

Lokasi jembatan terkenal ini berada di kawasan Karet, Semanggi, Setia Budi. Pembangunannya dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

Proses pembangunan Jembatan Semanggi tidaklah mudah. Presiden Soekarno tidak begitu saja mendapat restu dari rakyat. Sebab, pada waktu itu orang sudah mulai berpikir kritis terhadap ide-ide pembangunan fisik.

Pada masa itu, anggota masyarakat yang kritis terhadap kebijakan pemerintah menilai bahwa gagasan Bung Karno ini hanyalah proyek mubazir. Proyek yang hanya akan menghabiskan keuangan negara dan tidak ada manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat.

Bung Karno tentu saja memahami apresiasi yang disampaikan masyarakat. Dia menampung semua protes itu. Bung Karno mengolahnya.

Tapi, bukan Bung Karno namanya kalau kemudian mundur oleh berbagai kritik. Dia tetap mantap pada pendirian, yakni merealisasikan pembangunan Jembatan Semanggi. Tahun 1961 proyek dimulai.

Waktu itu, Jembatan Semanggi hanyalah salah satu dari paket pembangunan fasilitas publik yang akan dibangun pemerintah. Proyek lain yang juga didirikan, antara lain Gelora Senayan (Gelora Bung Karno) dan Hotel Indonesia.

Mengenai nama Semanggi, Bung Karno punya cerita sendiri. Dalam satu kesempatan, dia pernah bicara filosofi tentang daun semanggi. Filosofi yang dimaksud adalah simbol persatuan, dalam bahasa Jawa dia menyebut “suh” atau pengikat sapu lidi. Tanpa “suh” sebatang lidi akan mudah patah.

Sebaliknya, gabungan lidi-lidi yang diikat dengan “suh” menjadi kokoh dan bermanfaat menjadi alat pembersih.

Itulah sejarah singkat Jembatan Semanggi yang kini tetap berdiri kokoh dan mengimbangi pesatnya pembangunan infrastruktur Ibukota Jakarta.

Bila menilik sejarahnya, pantas memang bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan kawasan Jembatan Semanggi sebagai tempat wisata bernilai sejarah.

(Bahan tulisan diolah dari berbagai data kepustakaan)
Sumber: http://metro.vivanews.com/news/read/110236-filosofi_jembatan_semanggi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar