Kondisi bangunan itu tampak sangat memprihatinkan. Selain hanya berupa puing reruntuhan, di dalam reruntuhan yang sudah tidak beratap ini kini dipenuhi puluhan pohon pisang dan tanaman merambat lainnya.
Lumut pun telah menutupi sebagian besar dinding bata reruntuhan setinggi tujuh meter tersebut. Letaknya yang diapit bangunan asrama berlantai tiga membuat reruntuhan bangunan ini semakin tidak "terlihat".
Kondisinya semakin diperparah dengan keberadaan tempat sampah besar serta kandang ayam yang terletak di halaman reruntuhan.
Sejak terjadi kebakaran besar yang menimpa bangunan ini pada tahun 1985, kondisi bangunan yang terletak dalam area Asrama Polri di jalan Gedong persis tusuk sate Jalan Condet Raya, kampung Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur ini memang sangat memprihatinkan. Padahal, dari reruntuhan bangunan ini nama kampung Gedong bermula.
Mulanya, kawasan yang berada di dekat perempatan pasar Rebo, Jakarta Timur ini bernama Tanjung Timur. Tapi karena keberadaan bangunan inilah, masyarakat Betawi dahulu lebih akrab menyebut kawasan ini dengan nama Kampung Gedong.
"Jadi sejak tahun 1800an, warga Batavia lebih mengenal Tanjung Timur dengan nama kampung gedong. Sebab ada satu bangunan besar(gedung, red) milik tuan tanah yang berdiri di tengah-tengah tanah pertanian dan perkebunan milik tuan tanah Belanda yang mendominasi wilayah ini" ujar sesepuh kampung Gedong, Wak Djejeh, 70 tahun kepada VIVAnews, pekan lalu.
Meski hanya bangunan tingkat dua, namun karena letaknya yang berada di dataran tinggi membuat bangunan tersebut tampak dari kejauhan seperti gedung megah yang tinggi.
Ditambah kondisi kawasan sekitar yang masih rimbun ditumbuhi berbagai pepohonan, membuat keberadaan bangunan tinggi satu-satunya tersebut menonjol di wilayah tersebut.
Sebelum terbakar, Wak Djejeh menuturkan bahwa bangunan ini merupakan gedung yang sangat megah. Bangunan bergaya Eropa klasik yang memiliki luas 100 meter ini diapit oleh dua menara besar tiga lantai. Lantai dasar menara digunakan sebagai penjara bawah tanah untuk pemberontak.
Bangunan utama berlantai dua memiliki empat ruang kamar besar di tiap lantainya. Hingga tahun 1980an, halaman sekitar gedung masih dipenuhi pohon besar seperti pohon Asem dan Gandaria.
Di halaman depan gedung, terdapat meja batu yang biasa dipergunakan sebagai tempat menanam kepala kerbau untuk keperluan sesajen pada masa itu.
Sejarah mencatat, kawasan kampung Gedong awalnya bernama tanah partikelir Tanjoeng Oost (Tanjung Timur). Pemilik kawasan pertama adalah tuan tanah bernama Pieter van de Velde asal Amersfoort, Belanda.
Di situlah pada tahun 1750 ia membangun villa yang digunakan sebagai tempat perisitirahatan (Landhuis).
Memang keberadaannya yang jauh dari pusat kota Batavia, membuat kawasan Tanjung Timur(sekarang kampung Gedong) dan sekitarnya menjadi tempat favorit untuk membangun gedung peristirahatan serta mengelola tanah pertanian.
Gedung ini kemudian diberi nama Goeneveld, yang berarti lapangan hijau. Nama ini disesuaikan dengan pemandangan sekelilingnya yang masih hijau. Pada masa itu, awalnya belum ada perkampunan pribumi.
Wilayah ini hanya berupa lahan kosong yang ditumbuhi beragam pohon besar. Kawasan Tanjung Timur dan gedung ini tahun demi tahun mengalami pergantian kepemilikan.
Tapi Tanjung Timur mengalami perkembangan yang sangat pesat saat dikelola oleh Daniel Cornelius Helvetius, yang berusaha menggalakkan pertanian dan peternakan.
Usahanya pun dilanjutkan oleh menantunya, Tjalling Ament, asal Kota Dokkum, Belanda Utara yang menikah dengan putri Daniel Cornelius, Dina Cornelia.
Ament melanjutkan usaha mertuanya dengan meningkatkan usaha pertanian dan peternakan. Pada pertengahan abad ke-19, di kawasan TanjungTimur dipelihara lebih dari 6000 ekor sapi.
Produksi susunya sangat terkenal di Batavia. Sampai tahun 1942 Groeneveld dihuni keturunan Van Riemsdjik. Kawasan ini Tanjung Timur pun lambat laun mulai dihuni oleh sejumlah pribumi.
Pasca kemerdekaan, bangunan ini berubah fungsi menjadi asrama dari pegawai hotel hingga asrama polisi. "Petugas polisi lalu lintas mulai menempati bangunan ini pada tahun 1963" ujar Wak Djejeh yang mengaku pernah menghuni bangunan ini.
Seiring pesatnya pembangunan, kawasan ini lambat laun mulai dipadati oleh perumahan warga.
Saat kebakaran yang terjadi pada tahun 1985, gedung ini sedang digunakan sebagai asrama polisi. Usai peristiwa kebakaran, kepemilikan gedung inipun diambil alih oleh Pemda. Sedangkan area sekitar gedung, dibangun asrama polisi.
"Walau sudah diambil alih oleh Pemda, tapi tidak pernah ada perawatan dari Pemda" ujar Djejeh.
Saat ini kampung Gedong telah menjadi kelurahan dalam Kecamatan Pasar Rebo. Sebelah utara kampung Gedong berbatasan dengan kelurahan Tengah, Kramat Jati. Sebelah Selatan berbatasan dengan sungai Ciliwung Tanjung Barat.
Sedangkan sebelah timur berbatasan dengan kelurahan Rambutan, Ciracas dan sebelah selatan berbatasan dengan Cijantung. Karena lokasinya yang strategis, membuat kawasan ini dipadati gedung-gedung perkantoran sehingga warga asli banyak yang telah pindah tempat tinggal di selatan Jakarta.
"Warga asli sini udah banyak yang pindah entah kemana" ujar Wak Djejeh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar