Mungkin tidak banyak orang mengenal Kampung Bandan. Mereka yang mengenal pun agaknya menginisiasikan kampung yang berada di wilayah utara Jakarta sebagai tempat kumuh.
Padahal di kampung ini ada cerita tersisa ketika Jakarta masih bernama Batavia.
Berdasarkan catatan buku sejarah, dijelaskan asal muasal mengapa kawasan ini disebut Kampung Bandan. Pertama, kampung yang berlokasi di dekat Pelabuhan Sunda Kelapa ini diperkirakan berasal dari kata Banda, sebuah pulau di Maluku.
Ditengarai ada sekumpulan masyarakat Banda, di zaman Batavia yang menghuni kawasan ini. Penyebutan ini disebut lazim mengingat kasus lain punya kemiripan seperti penyebutan nama kampung China sebagai pecinan, atau nama tempat memungut pajak atau cukai (bea) disebut Pabean, dan Pekojan sebagai perkampungan orang Koja (Arab).
Banda juga bisa berasal dari kata Banda dalam bahasa Jawa berarti ikatan dibanda (diikat). Ini dihubungkan dengan peristiwa yang sering dilihat oleh warga pada zaman pendudukan Jepang.
Ketika itu Jepang sering membawa pemberontakan dengan tangan terikat melewati kampung ini untuk dieksekusi di Ancol.
Kemungkinan ketiga, yakni bahwa Banda merupakan pengucapan dari kata Pandan. Sebab di masa lalu kampung ini dipenuhi pohon pandan sehingga warga menyebut Kampung Pandan kemudian menjadi Kampung Bandan.
Apapun asal muasal nama tempat ini, yang pasti sejarah menyebutkan kampung ini merupakan penampungan budak dari Pulau Banda, Maluku, ketika JP Coen menaklukan pulau itu pada 1621.
Pembantain besar-besaran dilakukan Coen. Mereka yang selamat diboyong ke Batavia, dan budak-budak tadi memberontak melawan VOC di Marunda, Jakarta Utara.
Setelah periode perbudakan usai, para tawanan dipekerjakan di Pasar Ikan. Mengingat, kawasan kampung dekat dengan Pelabuhan Sunda Kelapa, yang otomatis dekat dengan Pasar Ikan.
Mereka tetap mendiami kampung tersebut, tumbuh berkembang dan beranak pinak. Di kawasan itu akhirnya dibangun pula jalur kereta api, yaitu ketika Pelabuhan Tanjungpriok (baru) dibangun.
Jalur kereta api itu untuk menghubungkan Pelabuhan Sunda Kelapa dan Pelabuhan Tanjung Priok.
Selain terdapat stasiun, di Kampung Bandan juga masih berdiri sebuah masjid tua yang dikenal dengan nama masjid Kampung Bandan. Dengan kondisi yang kumuh, tak sehat, kotor, dan berantakan, kawasan ini tetap layak menjadi tujuan wisata karena menyisakan stasiun dan masjid dari abad ke-19.
Kepala UPT Kota Tua, Chandrian mengatakan Kampung Bandan merupakan cagar budaya yang masuk dalam peta kawasan kota sesuai dengan peraturan Gubernur No 34 tahun 2006 adalah batas bagian timur yang masuk dalam program revitalisasi Kota Tua.
Dengan kondisi yang kumuh di Kampung Bandan seakan membawa kita kembali melihat perbudakan dan kaum marginal di era postmodern Batavia.
Sumber: http://metro.vivanews.com/news/read/98728-menengok_kampung_budak_di_batavia
Padahal di kampung ini ada cerita tersisa ketika Jakarta masih bernama Batavia.
Berdasarkan catatan buku sejarah, dijelaskan asal muasal mengapa kawasan ini disebut Kampung Bandan. Pertama, kampung yang berlokasi di dekat Pelabuhan Sunda Kelapa ini diperkirakan berasal dari kata Banda, sebuah pulau di Maluku.
Ditengarai ada sekumpulan masyarakat Banda, di zaman Batavia yang menghuni kawasan ini. Penyebutan ini disebut lazim mengingat kasus lain punya kemiripan seperti penyebutan nama kampung China sebagai pecinan, atau nama tempat memungut pajak atau cukai (bea) disebut Pabean, dan Pekojan sebagai perkampungan orang Koja (Arab).
Banda juga bisa berasal dari kata Banda dalam bahasa Jawa berarti ikatan dibanda (diikat). Ini dihubungkan dengan peristiwa yang sering dilihat oleh warga pada zaman pendudukan Jepang.
Ketika itu Jepang sering membawa pemberontakan dengan tangan terikat melewati kampung ini untuk dieksekusi di Ancol.
Kemungkinan ketiga, yakni bahwa Banda merupakan pengucapan dari kata Pandan. Sebab di masa lalu kampung ini dipenuhi pohon pandan sehingga warga menyebut Kampung Pandan kemudian menjadi Kampung Bandan.
Apapun asal muasal nama tempat ini, yang pasti sejarah menyebutkan kampung ini merupakan penampungan budak dari Pulau Banda, Maluku, ketika JP Coen menaklukan pulau itu pada 1621.
Pembantain besar-besaran dilakukan Coen. Mereka yang selamat diboyong ke Batavia, dan budak-budak tadi memberontak melawan VOC di Marunda, Jakarta Utara.
Setelah periode perbudakan usai, para tawanan dipekerjakan di Pasar Ikan. Mengingat, kawasan kampung dekat dengan Pelabuhan Sunda Kelapa, yang otomatis dekat dengan Pasar Ikan.
Mereka tetap mendiami kampung tersebut, tumbuh berkembang dan beranak pinak. Di kawasan itu akhirnya dibangun pula jalur kereta api, yaitu ketika Pelabuhan Tanjungpriok (baru) dibangun.
Jalur kereta api itu untuk menghubungkan Pelabuhan Sunda Kelapa dan Pelabuhan Tanjung Priok.
Selain terdapat stasiun, di Kampung Bandan juga masih berdiri sebuah masjid tua yang dikenal dengan nama masjid Kampung Bandan. Dengan kondisi yang kumuh, tak sehat, kotor, dan berantakan, kawasan ini tetap layak menjadi tujuan wisata karena menyisakan stasiun dan masjid dari abad ke-19.
Kepala UPT Kota Tua, Chandrian mengatakan Kampung Bandan merupakan cagar budaya yang masuk dalam peta kawasan kota sesuai dengan peraturan Gubernur No 34 tahun 2006 adalah batas bagian timur yang masuk dalam program revitalisasi Kota Tua.
Dengan kondisi yang kumuh di Kampung Bandan seakan membawa kita kembali melihat perbudakan dan kaum marginal di era postmodern Batavia.
Sumber: http://metro.vivanews.com/news/read/98728-menengok_kampung_budak_di_batavia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar