Di Awali Pelarian Pangeran Jayakarta di Hutan Jati, Semula, Jatinegara adalah Daerah yang banyak ditumbuhi pohon jati.
Setiap hari, hiruk pikuk pembeli dan lalu lalang kendaraan mewarnai jalan raya Jatinegara yang berada di timur Jakarta ini. Aktivitas perdaganganpun membuat Jatinegara yang akrab disebut Mester ini terlihat lebih hidup.
Ini tidak terlepas dari sejarah Jatinegara yang sejak zaman Belanda memang dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan di Batavia. Tetapi banyak yang tidak tahu bahwa daerah ini sebelumnya merupakan tempat pelarian pangeran Jayakarta setelah kota Jayakarta direbut oleh tentara Belanda.
Awalnya, Jatinegara merupakan hutan belukar yang banyak ditumbuhi pohon jati. Di tempat inilah Pangeran Jayakarta melarikan diri dari kota Jayakarta pada tanggal 30 Mei 1619 setelah dikalahkan oleh pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen.
Lalu Pangeran Jayakarta membuka hutan untuk dijadikan sebagai tempat pemerintahan dalam pengasingan dengan dibantu pengikutnya yang tersisa. Pada saat itu, daerah ini memang belum menjadi bagian dari kota Jayakarta.
Mengenai penggunaan nama Jatinegara di wilayah ini terdapat perbedaan pendapat. Satu pendapat mengatakan bahwa nama Jatinegara diberikan oleh Pangeran Jayakarta saat mengungsi di daerah ini.
Nama JHatinegara berarti negara yang sejati. Dengan nama ini, Pangeran jayakarta berusaha membuktikan bahwa pemerintahannya masih berjalan walaupun kota Jayakarta telah direbut oleh Belanda dan diubah menjadi nama Batavia.
Sedangkan pendapat lainnya mengatakan bahwa nama Jatinegara diambil karena pada zaman Belanda, wilayah ini merupakan hutan jati yang sangat rimbun. “Dinamakan Jatinegara karena dulu menurut kakek saya di sini ini penuh pohon Jati, kemudian dibuka oleh Mester (Cornelis)” ujar seorang warga Jatinegara, Sunarya, 50 tahun.
Walau perlawanan sering dilakukan, namun pasukan tentara Belanda yang semakin kuat membuat Pangeran Jayakarta tidak memiliki kesempatan untuk merebut kembali kota Jayakarta. “Dari Jatinegara, pangeran dan pangikutnya bergerilya membuat Batavia tidak pernah aman selama 80 tahun” tulis Sejarawan Betawi, Alwi Shahab.
Pangeran Jayakarta pun menetap di daerah ini dalam waktu yang lama. Lama kelamaan, keturunan Pengeran Jayakarta dan pengikutnya mulai beranak pinak di daerah ini hingga membentuk perkampungan keluarga bernama kampung Jatinegara Kaum.
Pada saat itu, daerah Jartinegara hanya dihuni oleh keturunan keluarga pangeran Jayakarta dan pengikutnya saja. Dalam perkembangan selanjutnya wilayah Jatinegara pun mulai meluas dan dihuni oleh warga di luar keturunan Pangeran Jayakarta.
Momentum perkembangan kota Jatinegara menjadi kota perdagangan terjadi pada tahun 1661, ketika seorang guru agama Kristen yang berasal dari Banda, Maluku, Meester Cornelis van Senen membeli sebidang tanah di Jatinegara yang berada di sekitar aliran sungai Ciliwung.
Tanah yang dimiliki oleh Cornelis van Senen lambat laun berkembang menjadi pemukiman dan pusat perdagangan yang ramai. Sosok Meester Cornelis yang terkenal sebagai guru agama membuat masyarakat pun seringkali menyebut wilayah ini dengan nama Meester Cornelis atau Mester.
Pada 6 April 1875 silam, sarana transportasi pendukung mulai dibangun di wilayah ini dengan diresmikannya jalur kereta yang menghubungkan Jatinegara dengan Jakarta Kota. Di tahun 1881, trem uap penghubung Kampung Melayu (Meester Cornelis) dengan Kota Intan (Batavia) pun mulai beroperasi.
Jatinegara juga menjadi salah satu kota yang dilewati jalur Anyer-panarukan yang dibangun Daendels untuk pengembangan perekonomian pulau Jawa. Pada abad ke-19, Meester Cornelis pun menjadi kota satelit Batavia yang terkemuka.
Sehingga 1 Januari 1936, pemerintah Belanda memasukkan wilayah Jatinegara ke dalam bagian kota Batavia.
Kisah panjang yang dimiliki Jatinegara masih terlihat dari sejumlah peninggalan sejarah yang tersisa. Diantaranya adalah masjid kuno dan makam Pangeran Jayakarta Wijayakrama yang terletak di Jalan Raya Jatinegara Kaum, di tepi timur sungai Sunter.
Komplek makam yang terdiri dari makam Pangeran Jayakarta dan keluarga pangeran yang terletak di sebelah barat daya masjid. Sedangkan, gedung bersejarah peninggalan Belanda adalah Gedung Wedana Meester Cornelis yang terletak depan Stasiun Jatinegara.
Di gedung bergaya Eropa inilah pemerintahan Jatinegara dipusatkan. Selain itu juga, bangunan ini digunakan untuk tempat tinggal Meester Cornelis.
Setiap hari, hiruk pikuk pembeli dan lalu lalang kendaraan mewarnai jalan raya Jatinegara yang berada di timur Jakarta ini. Aktivitas perdaganganpun membuat Jatinegara yang akrab disebut Mester ini terlihat lebih hidup.
Ini tidak terlepas dari sejarah Jatinegara yang sejak zaman Belanda memang dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan di Batavia. Tetapi banyak yang tidak tahu bahwa daerah ini sebelumnya merupakan tempat pelarian pangeran Jayakarta setelah kota Jayakarta direbut oleh tentara Belanda.
Awalnya, Jatinegara merupakan hutan belukar yang banyak ditumbuhi pohon jati. Di tempat inilah Pangeran Jayakarta melarikan diri dari kota Jayakarta pada tanggal 30 Mei 1619 setelah dikalahkan oleh pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen.
Lalu Pangeran Jayakarta membuka hutan untuk dijadikan sebagai tempat pemerintahan dalam pengasingan dengan dibantu pengikutnya yang tersisa. Pada saat itu, daerah ini memang belum menjadi bagian dari kota Jayakarta.
Mengenai penggunaan nama Jatinegara di wilayah ini terdapat perbedaan pendapat. Satu pendapat mengatakan bahwa nama Jatinegara diberikan oleh Pangeran Jayakarta saat mengungsi di daerah ini.
Nama JHatinegara berarti negara yang sejati. Dengan nama ini, Pangeran jayakarta berusaha membuktikan bahwa pemerintahannya masih berjalan walaupun kota Jayakarta telah direbut oleh Belanda dan diubah menjadi nama Batavia.
Sedangkan pendapat lainnya mengatakan bahwa nama Jatinegara diambil karena pada zaman Belanda, wilayah ini merupakan hutan jati yang sangat rimbun. “Dinamakan Jatinegara karena dulu menurut kakek saya di sini ini penuh pohon Jati, kemudian dibuka oleh Mester (Cornelis)” ujar seorang warga Jatinegara, Sunarya, 50 tahun.
Walau perlawanan sering dilakukan, namun pasukan tentara Belanda yang semakin kuat membuat Pangeran Jayakarta tidak memiliki kesempatan untuk merebut kembali kota Jayakarta. “Dari Jatinegara, pangeran dan pangikutnya bergerilya membuat Batavia tidak pernah aman selama 80 tahun” tulis Sejarawan Betawi, Alwi Shahab.
Pangeran Jayakarta pun menetap di daerah ini dalam waktu yang lama. Lama kelamaan, keturunan Pengeran Jayakarta dan pengikutnya mulai beranak pinak di daerah ini hingga membentuk perkampungan keluarga bernama kampung Jatinegara Kaum.
Pada saat itu, daerah Jartinegara hanya dihuni oleh keturunan keluarga pangeran Jayakarta dan pengikutnya saja. Dalam perkembangan selanjutnya wilayah Jatinegara pun mulai meluas dan dihuni oleh warga di luar keturunan Pangeran Jayakarta.
Momentum perkembangan kota Jatinegara menjadi kota perdagangan terjadi pada tahun 1661, ketika seorang guru agama Kristen yang berasal dari Banda, Maluku, Meester Cornelis van Senen membeli sebidang tanah di Jatinegara yang berada di sekitar aliran sungai Ciliwung.
Tanah yang dimiliki oleh Cornelis van Senen lambat laun berkembang menjadi pemukiman dan pusat perdagangan yang ramai. Sosok Meester Cornelis yang terkenal sebagai guru agama membuat masyarakat pun seringkali menyebut wilayah ini dengan nama Meester Cornelis atau Mester.
Pada 6 April 1875 silam, sarana transportasi pendukung mulai dibangun di wilayah ini dengan diresmikannya jalur kereta yang menghubungkan Jatinegara dengan Jakarta Kota. Di tahun 1881, trem uap penghubung Kampung Melayu (Meester Cornelis) dengan Kota Intan (Batavia) pun mulai beroperasi.
Jatinegara juga menjadi salah satu kota yang dilewati jalur Anyer-panarukan yang dibangun Daendels untuk pengembangan perekonomian pulau Jawa. Pada abad ke-19, Meester Cornelis pun menjadi kota satelit Batavia yang terkemuka.
Sehingga 1 Januari 1936, pemerintah Belanda memasukkan wilayah Jatinegara ke dalam bagian kota Batavia.
Kisah panjang yang dimiliki Jatinegara masih terlihat dari sejumlah peninggalan sejarah yang tersisa. Diantaranya adalah masjid kuno dan makam Pangeran Jayakarta Wijayakrama yang terletak di Jalan Raya Jatinegara Kaum, di tepi timur sungai Sunter.
Komplek makam yang terdiri dari makam Pangeran Jayakarta dan keluarga pangeran yang terletak di sebelah barat daya masjid. Sedangkan, gedung bersejarah peninggalan Belanda adalah Gedung Wedana Meester Cornelis yang terletak depan Stasiun Jatinegara.
Di gedung bergaya Eropa inilah pemerintahan Jatinegara dipusatkan. Selain itu juga, bangunan ini digunakan untuk tempat tinggal Meester Cornelis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar